Sabtu, 08 Oktober 2011

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

Setelah lulus ujian Sarjana Kedokteran (S.Ked), sebagai persiapan masuk ke Program studi profesi dokter(PSPD)harus menjalani kepaniteraan umum (PANUM) selama 4 minggu. Dalam kepaniteraan umum, calon dokter muda berlatih melakukan anamnesis dan pemeriksaan penyakit dalam, kebidanan dan kandungan, bedah, anestesi, saraf, anak, etika , kiat-kiat menjalani pendidikan dokter serta tata tertib.
Kepaniteraan klinik pada program studi pendidikan dokter antara lain :
1. Ilmu Penyakit Dalam (10 minggu )
2. Ilmu Kesehatan Anak ( 10 minggu )
3. Ilmu Bedah ( 10 minggu )
4. Ilmu Kebidanan & Penyakit Kandungan ( 10 minggu )
5. Ilmu Kesehatan Masyarakat ( 10 minggu )
6. Ilmu Penyakit Saraf ( 5 minggu )
7. Ilmu Kedokteran Jiwa ( 5 minggu )
8. Ilmu Penyakit Mata ( 5 minggu )
9. Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan ( 5 minggu)
10. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ( 5 minggu )
11. Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut ( 5 minggu )
12. Ilmu Kedokteran Kehakiman ( 5 minggu )
13. Ilmu Farmasi Kedokteran ( 5 minggu )

Untuk kepentingan kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya menjalin kerjasama dengan berbagai rumah sakit lain. Antara lain Rumah Sakit Polisi Pusat, Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan, Rumah Sakit Umum Daerah Sukabumi, Rumah Sakit Jiwa Jakarta, Rumah Sakit Ketergantungan Obat, Rumah Sakit St. Carolus, Rumah Sakit Sitanala, Puskesmas Penjaringan, RSUP Dr.Karyadi Semarang, Fakultas Kedokteran Padjadjaran Bagian kedokteran kehakiman dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia bagian Kedokteran Kehakiman

berprestasi

 
Wisudawan Termuda UGM, Riana Helmi: Umur Tiga Tahun Sudah Bisa Membaca.
Siang ini saya membaca koran kompas dan tersentak dengan berita seorang mahasiswi yang baru berumur 17 tahun sudah lulus Sarjana Kedokteran (S1).
Sontak para wisudawan dan orang tua mencari sosok remaja putri saat Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., menyebutkan nama salah seorang wisudawan dan memintanya untuk berdiri. Maklum, badannya relatif kecil dibandingkan dengan rekan-rekannya. Walau sudah berdiri dan berada di barisan kursi paling depan, seluruh pengunjung tetap penasaran melihat wajahnya.
Dialah Riana Helmi, wisudawan yang dimaksud Rektor. Dalam Wisuda Sarjana dan Diploma UGM Periode III yang dilaksanakan di Grha Sabha Pramana, Selasa (19/5), Riana dinobatkan menjadi wisudawan termuda. Di usia 17 tahun 11 bulan, ia berhak menyandang gelar Sarjana Kedokteran (SKed – S1).
Wisudawan Termuda UGM, Riana Helmi
Diakui oleh anak pertama pasangan Helmi dan Rofiah ini, dirinya diterima menjadi mahasiswi UGM saat masih berumur 14 tahun, yakni pada 1 September 2005 dan berhasil lulus pada 25 Februari 2009 dengan IPK 3,67. Dengan demikian, jika dihitung, Riana lulus dalam waktu tiga tahun enam bulan.
Ditemui setelah acara wisuda, dengan ditemani kedua orang tua dan salah satu adik kandungnya, Riana mengaku senang dengan kelulusannya.
“Ya, Alhamdulillah,” ucap perempuan kelahiran Banda Aceh, 22 Maret 1991 ini singkat.
Riana mengaku dirinya tidak banyak menghadapi kendala dalam menyesuaikan diri selama kuliah di Fakultas Kedokteran. Bahkan, ia juga banyak mengerjakan tugas seperti mahasiswa lainnya.
“Kesulitan sih ada. Ya, semua bisa diatasi, kalau di Kedokteran tugasnya banyak,” kata Riana yang masuk UGM lewat jalur PBS (PMDK) tahun 2005.
Seperti pengakuan ayahnya, Helmi, selama duduk di bangku SMP dan SMA, anaknya mengikuti program akselerasi. Sebelumnya, Riana masuk sekolah dasar pada usia 4 tahun. Yang sebetulnya usia tersebut belum diperbolehkan untuk masuk SD.
“Sejak umur 3 tahun, Riana sudah bisa membaca. Saat itu kita disuruh belikan buku-buku untuk belajar. Meski kita ngantuk sekalipun, kita dipaksa untuk mengajarinya,” kata Helmi.
Salah satu sifat Riana sejak kecil yang selalu diingat Helmi adalah tidak suka boneka. Riana lebih suka menghabiskan waktu bermainnya dengan belajar.
“Setelah sekolah, maunya mainnya juga belajar dan takut sama boneka. Jadi nggak pernah main boneka, kalau lihat boneka di mana-mana ia langsung menjerit,” kata Helmi yang berprofesi sebagai dosen perwira Polri di Sukabumi, Jawa Barat.
Selain itu, kata Helmi, Riana sejak kecil menganggap sekolah sebagai tempat bermain sehingga ketika diantar ke sekolah dan belajar, ia betul-betul menikmati prosesnya dengan gembira.
“Sekolah dianggap bermain. Setiap pergi sekolah ia selalu gembira Saat turun dari motor, ia langsung berlari gembira, senang saat sekolah dan selalu datang lebih pagi,” kenang Helmi.
Meski telah lulus dalam usia muda, Riana memiliki keinginan untuk melanjutkan studinya dan bercita-cita untuk menjadi dokter spesialis kandungan (SpOG). Tinggal 1-2 tahun lagi Riana mendapatkan gelar sebagai dokter Umum setelah menyelesaikan dokter muda. Kemudian baru bisa mengambil spesialis.
Ini bukti bahwa masih ADA harapan bagi anak-anak indonesia. Di tengah-tengah banyaknya kabar mengenai narkoba dan seks bebas, masih ada yang bisa dibanggakan dari anak-anak indonesia.